Sabtu, 21 Desember 2019

Gaya Kepemimpinan Efektif seperti apa untuk Kepala Sekolah?

Dalam setiap kelompok selalu muncul adanya seorang pemimpin yang bias memengaruhi dan mengarahkan anggotanya ke arah tujuan tertentu. Pemimpin dianggap mewakili aspirasi anggotanya, memperjuangkan kepentingan anggota, dan mewujudkan harapan sebagian besar anggotanya.
Selain karena faktor-faktor tertentu, biasanya pemimpin memiliki kecerdasan dan wawasan lebih luas dibandingka anggotanya. Wajar yaa kalo  hadirnya pemimpin sangat diharapkan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh anggotanya.
Untuk memenuhi harapan anggotanya, pemimpin menggunakan kemampuan dan kecerdasannya dengan memanfaatkan lingkungan dan potensi yang ada pada organisasi. Kemampuan untuk menggerakkan, mengarahkan, dan memengaruhi anggota merupakan wujud kepemimpinan untuk mencapai tujuan organisasi. Kesanggupan memengaruhi perilaku orang lain ke arah tujuan tertentu adalah sebagai indikator keberhasilan seorang pemimpin.
Penerapan kepemimpinan juga sangat ditentukan oleh situasi kerja dan sumber daya pendukung. Oleh karena itu, jenis organisasi dan situasi kerja menjadi dasar pembentukan pola kepemimpinan seseorang.
Kepemimpinan pada bidang pendidikan, orientasi kepemimpinan lebih mengarah pada pemberdayaan seluruh potensi organisasi serta menempatkan anggotanya sebagai penentu keberhasilan pencapaian organisasi. Maka, sentuhan terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan moral kerja dan semangat untuk berprestasi menjadi perhatian utama seorang pemimpin. Perasaan dihargai, dilibatkan dalam pengambilan keputusan, perhatian pimpinan terhadap keluhan, kebutuhan, saran, dan pendapat anggota merupakan prasyarat bagi terciptanya iklim kerja yang kondusif untuk tumbuhnya budaya organisasi.
Melihat kenyataan bahwa lingkungan terus berubah, maka peran pemimpin tidak hanya berusaha menyesuaikan organisasi terhadap pergerakan inovasi di luar. Kepemimpinan dikatakan berhasil apabila pemimpin mampu membawa organisasi sebagai referensi atau panutan bagi instansi lain. Keberhasilan itu sebagai keberhasilan sebuah organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus selalu belajar untuk melakukan perubahan secara terus-menerus.
Dalam menghadapi perubahan lingkungan, organisasi membutuhkan pemimpin yang tanggap, kritis, dan berani mengambil keputusan strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin mempunyai strategi untuk mengarahkan dan memotivasi anggota-anggotanya, agar mereka ikut bekerja sama untuk mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan yang ditampilkan dalam proses manajerial secara konsisten itu disebut sebagai gaya kepemimpinan. Dijelaskan oleh Wahyudi (2015) bahwa gaya kepemimpinan adalah cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin tergantung pada tingkat kematangan atau kedewasaan anggota dan tujuan yang ingin dicapai. Guru dan karyawan sebagai unsur bawahan dalam organisasi sekolah merupakan unsur penting yang terlibat dalam pencapaian tujuan sekolah. Mereka memiliki perbedaan kemampuan, kebutuhan, dan kepribadian sehingga pendekatan yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah selaku pemimpin disesuaikan dengan tingkat kematangan mereka.
Gaya kepemimpinan yang efektif antara kepala sekolah yang satu dengan yang lain akan berbeda, sesuai dengan kematangan guru dan karyawan di sekolah masing-masing. Kematangan tidak diartikan sebagai usia atau stabilitas emosional, tetapi lebih menekankan pada keinginan untuk berprestasi, kesediaan menerima tanggung jawab, serta memiliki kemampuan atau pengalaman yang berhubungan dengan tugas.
Secara umum ada tiga gaya kepemimpinan kepala sekolah, yaitu gaya kepemimpinan menurut sifat, gaya kepemimpinan berdasarkan teori perilaku, dan kepemimpinan menurut teori kontingensi. Kepemimpinan berdasarkan sifat mengkaji tentang perangai dan kemampuan yang menandai karakteristik kepala sekolah. Kepemimpinan berdasarkan perilaku memusatkan perhatian pada tindakan yang dilakukan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaan manajerial. Pendekatan kontingensi mengkaji kesesuaian antara perilaku kepala sekolah dengan karakteristik situasional, terutama tingkat kedewasaan guru dan karyawan.
Keefektifan kepemimpinan tergantung bagaimana gaya kepemimpinan seseorang, saling berkaitan dengan keadaan atau situasi. Apabila gaya seorang kepala sekolah sesuai dengan situasi tertentu, gaya itu dikatakan efektif. Apabila gaya kepemimpinan tidak sesuai dengan situasi, maka gaya itu tidak efektif.
Kepala sekolah sebagai pemimpin yang efektif harus belajar dari kesalahan pada masa lalu dan berusaha memperbaiki dengan cara yang bijak. Selain itu, juga memberikan kesempatan kepada guru dan karyawannya untuk memberikan kritik dan saran perbaikan. Guru dan karyawan yang selalu belajar tahu akan tugas dan kewajibannya untuk menjadikan organisasi menjadi lebih kompetitif.
Kesimpulan 
Tugas dan tanggung jawab yang pertama dan utama dari pimpinan sekolah adalah menciptakan sekolah yang ia pimpin menjadi semakin efektif, yaitu tercapainya tujuan sekolah secara maksimal  Owen (1987) menyimpulkan empat gaya kepemimpinan efektif dalam teori dimensi Reddin, yaitu: (1) Executive, gaya menunjukkan adanya perhatian baik pada tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok; (2) Developer, gaya yang memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan; (3) Benevolen othocrat, gaya yang memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan. (4) Bureaucrat, gaya yang memberikan perhatian minimal pada keduanya, baik pada tugas maupun hubungan.
Gaya kepemimpinan partisipatif ditandai dengan pola perilaku tugas rendah dan pola perilaku tenggang rasa tinggi. Kepala sekolah yang melakukan gaya kepemimpinan partisipatif benar-benar memperhatikan kesejahteraan guru dan karyawan, dan berupaya untuk mengembangkan potensi mereka agar dapat mencapai pertumbuhan secara maksimal, baik pertumbuhan pribadi (personal growth) maupun pertumbuhan jabatan (professional growth).
Gaya kepemimpinan demokratis ditandai dengan pola perilaku tugas tinggi dan pola perilaku tenggang rasa tinggi. Kepala sekolah yang melakukan gaya kepemimpinan demokratis besar sekali perhatiannya, baik dalam upaya peningkatan kesejahteraan guru maupun karyawan. Berbeda dengan gaya kepemimpinan partisipatif yang lebih banyak mempercayakan kepada guru dan karyawan untuk mengorganisir pekerjaannya masing-masing. Dalam gaya kepemimpinan demokratis, kepala sekolah berperan aktif dalam menentukan tugas dan tanggung jawab masingmasing guru dan karyawan, dan tetap melakukan pengawasan dalam proporsi yang memadai. Kepemimpinan yang berkaitan dengan kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif, perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan rerhadap para guru, baik sehagai individu maupun sebagai kelompok.
pimpinan sekolah harus dapat menerapkan gaya kepimpinannya yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan, serta memotivasi para guru dan tenaga edukatif lainnya.